3/30/15
0 komentar

Tetralogi Pulau Buru dan Pramoedya Ananta Toer

2:40 AM
Tetralogi Pulau Buru dan Pramoedya Ananta Toer
Seri Tetralogi Pulau Buru karya Pramoedya Ananta Toer.
Tetralogi Buru [1]

Tetralogi Buru atau Tetralogi Pulau Buru atau Tetralogi Bumi Manusia adalah nama untuk empat novel karya Pramoedya Ananta Toer yang terbit dari tahun 1980 hingga 1988 dan kemudian dilarang peredarannya oleh Jaksa Agung Indonesia selama beberapa masa.

Tetralogi Buru ini mengungkapkan sejarah keterbentukan Nasionalisme pada awal Kebangkitan Nasional, dan pengukuhan atas seorang yang bernama Tirto Adhi Soerjo yang digambarkan sebagai tokoh Minke.

Tahun 1973 Pramoedya yang ditahan di Pulau Buru diberi sedikit keleluasaan untuk melanjutkan kerja kreatif. Hasrat lama untuk menyusun siklus sejarah Indonesia dalam bentuk cerita pun kembali ditekuninya. Dengan bahan yang serba terbatas ia mulai menceritakan jilid pertama Bumi Manusia kepada tahanan yang lain di sawah-ladang maupun barak penampungan. Baru dua tahun kemudian ia mulai menulis atas jasa beberapa tahanan yang memperbaiki dan menyerahkan mesin tik tua Royal 440 untuknya.

Bulan April 1980 selepas dari tahanan, Hasjim Rachman, mantan pemimpin redaksi Bintang Timur, dan Pramoedya menemui Joesoef Isak, mantan wartawan Merdeka yang belasan tahun mendekam di Rutan Salemba. Diskusi berkembang, dan kesepakatan dicapai untuk menerbitkan karya eks-tapol yang selama ini tidak mendapat sambutan dari penerbit lain.

Naskah pertama terpilih untuk diterbitkan adalah Bumi Manusia. Pramoedya kembali bekerja keras memilah tumpukan kertas doorslag yang berhasil diselamatkannya dari Pulau Buru. Hampir semua naskah aslinya ditahan oleh petugas penjara dan sampai tidak pernah dikembalikan. Dalam waktu tiga bulan ia berhasil menyalin kembali dan merajut tumpukan kertas lusuh yang dimakan cuaca menjadi naskah buku. Sementara itu, Hasjim dan Joesoef berkeliling menemui beberapa pejabat pemerintah, termasuk wakil presiden Adam Malik, yang ternyata memberikan sambutan baik.

Awal Juli 1980 naskah Bumi Manusia dikirim ke percetakan Aga Press dengan harapan terbit menjelang peringatan Proklamasi. Cetakan pertama keluar tanggal 25 Agustus 1980.

Keempat cerita tersebut dibacakan secara lisan kepada tahanan-tahanan lain semasa Pramoedya diasingkan di Pulau Buru oleh pemerintah Indonesia antara tahun 1965-1979. Setelah Pramoedya bebas, dia menerbitkan keempat cerita tersebut dalam bentuk novel yang kemudian dilarang peredarannya tak lama setelah diterbitkan. Pemerintah Indonesia menuduh bahwa karya-karyanya mengandung pesan Marxisme-Leninisme yang dianggap tersirat dalam kisah-kisahnya.

Tetralogi Pulau Buru dan Pramoedya Ananta Toer
Cover Tetralogi Pulau Buru terbitan Hasta Mitra.

Keempat buku tersebut adalah (disertai tahun penerbitan dan pelarangan; semuanya diterbitkan Hasta Mitra):
  1. Bumi Manusia (1980; 1981)
  2. Anak Semua Bangsa (1981; 1981)
  3. Jejak Langkah (1985; 1985)
  4. Rumah Kaca (1988; 1988)

Ketiga karya terakhir ini bahkan langsung dilarang oleh Kejaksaan Agung hanya 1-2 bulan setelah terbit.

Di luar negeri, Tetralogi Buru diterbitkan dengan nama The Buru Quartet. Penerjemah Bumi Manusia dan Anak Semua Bangsa ke dalam bahasa Inggris, Max Lane, yang sejak April 1980 bertugas sebagai pegawai di Kedubes Australia di Jakarta, harus dikembalikan ke negaranya pada September 1981 karena menerjemahkan kedua buku tersebut. Karya itu diterjemahkan ke bahasa Rusia pada tahun 1986 oleh E. Rudenko dengan kata pengantar oleh V. Sikorsky (judulnya "Mir Chelovechesky") dan diterbitkan oleh badan penerbit "Progress".

Sinopsis

Tetralogi kisah pergerakan kebangkitan nasional Indonesia antara 1898-1918, ini bercerita tentang kehidupan Minke, putra seorang bupati yang memperoleh pendidikan Belanda pada masa pergantian abad ke-19 ke abad ke-20. Latar utama tetralogi ini terjadi pada masa awal abad ke-20, tepatnya tahun 1900 ketika tokoh utamanya, Raden Mas Minke lahir. 

Nama Minke adalah nama samaran dari seorang tokoh pers generasi awal Indonesia yakni Raden Tirto Adhi Soerjo. Cerita novel ini sebenarnya ada unsur sejarahnya, termasuk biografi RTAS tersebut yang juga nenek moyang penulis. Cerita lainnya diambil dari berbagai rekaman peristiwa yang terjadi pada lingkup waktu tersebut. Termasuk di antaranya rekaman pengadilan pertama pribumi Indonesia (Nyai Ontosoroh) melawan keluarga suaminya seorang warga Belanda totok yang terjadi di Surabaya.

Tetralogi Pulau Buru dan Pramoedya Ananta Toer
Pramoedya Ananta Toer.

Who Is Pramoedya Anata Toer?? Siapakah Pramoedya Ananta Toer ?? [2]

Melisankan nama Pramoedya Ananta Toer mungkin akan terdengar sedikit aneh ditelinga. Nama yang cukup unik dan asing bagi sebagian orang yang belum mengenal siapakah gerangan tokoh ini. Tapi saya percaya bahwa para pencinta karya sastra khususnya sastra Indonesia pasti mengenal tokoh yang satu ini. Pram, panggilan yang dalam kehidupan sehari-hari ia dipanggil adalah seorang sastrawan hebat yang telah melahirkan karya-karya yang sangat luar biasa. Ia lahir di Blora, Jawa Tengah, 6 Feberuari 1925. Hampir seluruh karyanya telah diterjemahkan ke lebih dari 40 bahasa. Sangat luar biasa, betapa bangganya bangsa-bangsa Indonesia memiliki sastrawan hebat sekaliber Pramoedya Ananta Toer.

Pramoedya telah menuangkan karya-karyanya dalam bentuk tulisan berupa novel, cerpen, dan artikel. Karya-karya ini berhasil melambungkan namanya dan sekelas dengan beberapa satrawan dunia. Tidak hanya sebagi penulis, Pram juga merupakan seorang tokoh demokrat sejati yang berpegang teguh dalam membela hak asasi manusia.  Bentuk pembelaan terhadap hak asasi manusia ia tuangkan dalam beberapa tulisannya. 

Salah satu karyanya yang luar biasa dalah Tetralogi Pulau Buru yakni Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca. Keempat novel ini ia tulis ketika ia diasingkan oleh rezim Soeharto ke penjara di Pulau Buru, karena tuduhan sebagai anggota organisasi terlarang PKI, ia ditahan selama 14 tahun pada zaman Orde Baru tanpa adanya kepastian hukum dalam kasusnya. Karya pertama Pram pertama kali terbit di Australia pada saat itu, sungguh Ironis memang. Bagaimana mungkin karya anak bangsa yang seharusnya lebih dihargai dalam negeri sendiri justru diperkenalkan pertama kali oleh bangsa asing. Banyak tulisan karya Pram dibakar pada masa Orde Baru.

Pada masa Orde Baru, hampir seluruh tulisan Pramoedya Ananta Toer tidak diberikan izin untuk beredar, bahkan beberapa tulisan dan arsip-arsip miliknya dibakar karena dianggap membahayakan pemerintahan. Oleh karena itulah mengapa nama Pram masih cukup  asing ditelinga kita, bahkan ketika SMA dulu nama Pramoedya tidak terdaftar dalam salah satu Sastrawan Indonesia dalam pelajaran Bahasa Indonesia. Kita justru hanya dikenalkan kisah-kisah Siti Nurbaya milik Taufik Ismail tanpa mengenal adanya Bumi Manusia milik Pramoedya Ananta Toer. Saya tidak habis pikir, kenapa seseorang yang memiliki pemikiran mulia untuk membela hak asasi manusia dan membongkar kebobrokan pemerintahan pada masanya harus diasingkan dan mendapatkan penderitaan yang luar biasa di dalam penjara.

Meskipun harus dipenjara Pram tidak berhenti berkarya, ia menuangkan ide briliannya dan kritikan terhadap pemerintah akan korupsi dan kehidupan Feodal Javanisim pada abad ke 20 dalam Tetralogi Buru yang sangat luar biasa. Dalam novelnya, ia banyak menyampaikan pesan-pesan kemanusiaan akan peranan manusia dan bagaimanaia harus menjadi manusia. 

Saya sangat terkesan ketika pertama kali membaca novel Bumi Manusia, saya seperti terhipnotis dan terhanyut dalam alur cerita yang terasa begitu nyata dengan  penggambaran tokoh yang begitu hidup serta pesan yang dibawa oleh masing-masing tokoh. Pram mampu menghidupkan tokoh Minke yang berusaha untuk mengenal dan membela tanah airnya, dan semangat nyai Ontosoroh sebagai perempuan perkasa berkepribadian tangguh dalam membela harga diri dan bangsanya. Gambaran sejarah tentang abad ke 20 yang dikisahkan dalam novel ini membawa kita seolah ikut dan berada ditempat kejadian ketika membacanya.

Kisah dalam novel-novel karya Pram memang tidak kalah dengan sihir JK. Rowling dan ketampanam Edward Cullen milik Stephenie Meyers. Jika kalian ingin mengetahui lebih dalam tentang Pram, mulailah untuk membaca salah satu dari karyanya. Dengan membaca satu karya miliknya,  kalian akan terbawa untuk membaca karya-karya yang lain dan akan lebih mengenal siapa  Pramoedya Ananta Toer.

Tetralogi Pulau Buru dan Pramoedya Ananta Toer
Pramoedya Ananta Toer.


Referensi:



(Inggris) Toer, Pramoedya Ananta: Child of All Nations, diterjemahkan oleh Max Lane, Penguin Books, 1984

0 komentar:

Post a Comment

 
Toggle Footer
Top