Mahkamah Konstitusi. |
Ibarat pepatah klasik karena nila setitik, rusak susu sebelanga, wibawa Mahkamah Konstitusi hancur berantakan gara-gara ulah korup seorang hakimnya.
Fakta bahwa wibawa MK rusak terpampang ketika pendukung pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku Adrian Koedoeboen dan Daud Sangadji mengamuk di persidangan sengketa pemilu kada Maluku di Gedung MK, Kamis (14/11). Mereka berlaku beringas ketika gugatan mereka ditolak hakim konstitusi.
Mereka bahkan meneriaki MK maling. Meski tidak mengenakkan, teriakan itu merupakan bukti paling telanjang betapa rakyat tidak lagi menaruh hormat kepada MK
Kita mengecam aksi yang bisa dikategorikan sebagai penghinaan kepada pengadilan. Oleh karena itu, kita mendorong aparat hukum memproses para pelaku.
Namun, yang lebih penting ialah memulihkan wibawa MK sebagai benteng terakhir konstitusi. Amuk terhadap MK hanyalah puncak gunung es dari tuduhan adanya permainan uang dalam keputusan-keputusan lembaga itu dalam sengketa pemilu kada.
Bau anyir permainan suap-menyuap di tubuh MK mulai tercium saat mantan staf ahli MK, Refly Harun, yang menjadi pengacara pihak bersengketa, menyebutkan bahwa kliennya memberikan imbalan Rp1 miliar kepada hakim konsitusi Akil Mochtar.
Testimoni yang menggegerkan tersebut berujung pembentukan tim investigasi di tubuh MK. Ketua MK ketika itu, Mahfud MD, menunjuk Refly Harun sebagai ketua tim investigasi. Akan tetapi, MK kemudian malah melaporkan Refly ke Komisi Pemberantasan Korupsi atas percobaan penyuapan terhadap hakim konstitusi. Perkara itu pun berangsur-angsur senyap.
Ketidakpercayaan publik bertambah ketika KPK menangkap Akil Mochtar, yang menjabat Ketua MK, di rumah dinasnya, Rabu (2/10). Akil disangka menerima suap dari pihak yang bersengketa dalam pemilu kada Lebak dan Gunung Mas.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap MK. Presiden, misalnya, mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu tentang MK. MK juga sudah membentuk Dewan Etik yang bersifat permanen. Di luar itu, muncul wacana untuk merevisi Undang-Undang MK.
Terlepas dari silang pendapat yang menyertai, langkah serta wacana tersebut bertujuan menciptakan mekanisme rekrutmen hakim konstitusi serta sistem pengawasan terhadap MK. Muara dari semua itu ialah pulihnya kepercayaan publik kepada MK.
Namun, upaya pemulihan nama baik MK pertama-tama terletak pada pembuktian secara transparan dan meyakinkan bahwa cuma Akil Mochtar yang melakukan korupsi, sedangkan hakim lain bersih. Sayangnya, persoalan itu tidak terselesaikan secara paripurna sehingga pikiran bahwa bukan cuma Akil yang korup masih bermain-main di benak publik.
Para hakim konstitusi juga harus secara transparan memperlihatkan bahwa keputusan yang mereka ambil, terutama dalam sengketa pemilu kada, ialah keputusan yang sungguh-sungguh adil.
Kita mendukung dan mendorong segala langkah yang bertujuan memulihkan wibawa MK di mata publik. Kita ingin MK yang kemarin dilempari menjadi MK yang kembali dihormati.
Sumber:
Harian Umum Media Indonesia | EDITORIAL (16/11/2013) | metrotvnews.com | Editorial Media Indonesia: Setelah Amuk di MK
0 komentar:
Post a Comment