Musisi kerakyatan Chile, Victor Jara, sedang bernyanyi di tengah-tengah rakyat Chile. (Foto: http://rotatestockforfreshness.com) |
Tugas musisi bukan hanya menghidangkan hiburan. Namun, bagi musisi revolusioner di Amerika Latin, musik juga punya misi pembebasan. Di sana musik telah menjadi gerakan politik kerakyatan menentang ketidakadilan, kediktatoran, imperialisme, dan kapitalisme.
Di Amerika Latin, lahir sebuah gerakan musik kerakyatan yang disebut Nueva Canción (nyanyian baru). Gerakan musik kerakyatan ini lahir di Chile pada tahun 1960-an. Tokoh penggagasnya adalah Violeta Parra, seorang penyair dan penyanyi balada progressif.
Parra berusaha menyatukan antara lagu-lagu rakyat dengan musik khas Amerika Latin. Tak hanya itu, salah ciri dari Nueva Canción adalah liriknya yang selalu menggugat keadaan: ketimpangan, kemiskinan, kekerasan terhadap rakyat, pengangguran, dan lain-lain.
Dua lagu Parra, yaitu Hace Falta un Guerrillero” (It Takes a Guerrilla) dan “La Carta” (The Letter), sangat anti-pemerintah, seruan solidaritas untuk amerika latin, dan sosialistik. Violeta Parra juga menghidupkan Peña (sekarang disebut La Peña de Los Parra), sebuah pusat seni kerakyatan dan aktivisme politik.
Gerakan Nueva Canción juga sangat politis. Paling banyak menyuarakan nasionalisme, anti-imperialisme, dan sosialisme. Dalam perkembangannya, mereka terang-terangan menjadi gerakan politik. Banyak musisi Nueva Canción, seperti Victor Jara, menjadi anggota Partai Komunis.
Tahun 1970, misalnya, seorang kandidat dari sosialis, Salvador Allende, maju dalam pemilu Chile. Ia maju sebagai kandidat koalisi kiri bernama Unidad Popular. Pada saat kampanye, musisi Nueva Canción memainkan peranan sangat penting.
Bersama grup Inti-Illimani, Victor Jara menyanyikan lagu “Venceremos”, yang menjadi lagu kampanye Allende. Gerakan ini juga melahirkan lagu terkenal “El Pueblo Unido, Jamas Sera Vencido!” (Rakyat Bersatu, Tidak Bisa Dikalakan). Lagu itu masih populer hingga sekarang dan selalu dinyanyikan dalam aksi-aksi rakyat di Amerika Latin.
Victor Jara merekam lagunya pertama kali tahun 1966. Lagunya mencerminkan kombinasi antara musik kerakyatan tradisional—yang terinspirasi oleh ibunya yang meninggal saat ia masih 15 tahun—dan aktivisme politik sayap kiri. Lagunya terkenal saat itu adalah “Plegaria A Un Labrador” (Doa untuk Pekerja) dan “Te Recuerdo Amanda” (Aku Ingat Kau, Amanda).
Pada tahun 1969, berlangsung festival Nueva Canción, yang disponsori oleh Universidad Católica, Santiago. Dengan lagunya, “Plegaria A Un Labrador”, Victor Jara tampil di festival itu. Festival itu meninggalkan kesan penting bagi seni musik Chile. Itulah pertama-kalinya musisi Chile dari berbagai jenis musik berkolaborasi untuk merayakan nilai-nilai kebudayaan Chile.
Setelah itu, Victor Jara berkeliling Chile untuk berkampanye bagi kemenangan Allende. Lagu-lagunya berhasil menyeret antusiasme kaum tertindas, khususnya kaum buruh dan mahasiswa.
Begitu Allende terpilih sebagai Presiden pada tahun 1970, gerakan Nueva Canción telah tumbuh subur di Chile. Pusat-pusat kesenian rayat—Peña—berdiri di seantero Chile. Musik-musik kerakyatan dinyanyikan melalui siaran radio dan menyebar ke seantero Chile.
Namun, tiba-tiba terjadi malapetaka di tahun 1973. Tepatnya 11 September 1973. Saat itu, militer di bawah pimpinan Jenderal Pinochet menggulingkan pemerintahan Allende. Kudeta ini disokong penuh oleh imperialisme AS. Allende gugur dalam peristiwa itu.
Saat itu, bersama mahasiswa Universitas Teknik, Victor Jara menggelar aksi protes menentang kudeta. Mereka bertahan di kampus hingga malam hari. Namun, besok paginya, tentara sudah mengambil mahasiswa dan menggiringnya ke Stadion Santiago. Victor Jara termasuk yang digiring ke stadion tersebut.
Tentara kemudian menyiksa Victor Jara berulang-kali. Mereka bahkan meremukkan tangannya, yang biasa memetik gitar, lalu menembaknya 44 kali. Itu terjadi tanggal 16 September 1973.
Segera setelah itu, gerakan Nueva Canción juga ditumpas. Mirip dengan pembasmian musisi kerakyatan yang tergabung dalam Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) di Indonesia. Beberapa seniman yang berhasil lolos hidup di pengasingan, seperti Inti-Illimani dan Quilapayun.
Pemerintah melarang Nueva Canción. Bahkan, musik Andes—yang menjadi akar Nueva Canción—dianggap “musik subversif”. Instrumen musik tradisional, seperti quena (semacam flute) dan charango (gitar kecil) turut dilarang. Film-film dan literatur dibakar.
Di bawah kediktatoran, muncul gerakan musik baru, Canto Nuevo, yang liriknya lebih modat dan lebih banyak metafora. Pertunjukannya pun ditempat-tempat tertutup untuk menghidari penangkapan rezim.
Sumber Artikel: Berdikari Online|Ira Kusumah
0 komentar:
Post a Comment