Edukasi Bulanan LGN (Lingkar Ganja Nusantara) Februari 2013 di Coffee Institute dihadiri oleh sekitar 60 orang lebih. Yudhi dan Pay membuka acara dengan alunan musik jalanan yang khas bertema “Negeri Ini Bukan Komoditi”. Selain itu, mereka juga mengekspresikan diri dengan membawakan sebuah puisi spontan yang diminta oleh pengunjung. Suasana di tempat itu sejenak menjadi hening dan tentram. Pada saat seperti inilah LGN memulai bedah Buku Hikayat Pohon Ganja.
Ketua LGN, Dhira Narayana, seperti biasanya mengingatkan kepada pengunjung bahwa kita sedang berbicara tentang pohon ganja. Hal ini ditekankan karena ganja selalu diasosiasikan dengan Narkotika sehingga masyarakat lupa bahwa ganja adalah tanaman.
Secara umum Buku tersebut membahas secara detail sejarah ganja, Ganja Industri (Hemp), Ganja Medis maupun politik ganja. Tidak lupa pula Dhira bercerita mengenai proses ilegalisasi ganja di dunia. Sejarah mencatat bahwa ilegalisasi ganja di Indonesia terjadi karena negara ini mengikuti mentah-mentah kebijakan yang diterapkan di Amerika, dilansir dari laman Legalisasi Ganja.
Bedah Buku HPG oleh Dhira |
Dr. Yosi dari BNN
Dr Yosi dari BNN |
Disela-sela proses edukasi, kami kedatangan tamu istimewa BNN yang diwakili oleh Bapak Supardi sebagai Kasubdit. Hukum ditemani oleh 2 dokter Ibu Yosi dan Ibu Siti. Hal ini begitu istimewa karena inilah kali pertamanya BNN menghadiri undangan dari LGN.
Apa yang kemudian terjadi adalah acara Edukasi Bulanan berubah arah menjadi acara diskusi dengan BNN. Dhira mulai mengarahkan diskusi dengan pertanyaan langsung kepada BNN, Bagaimana pandangan BNN terhadap legalisasi ganja dan Seperti apa efek ganja itu? Secara umum BNN setuju dengan prinsip legalisasi ganja bahwa pemerintah harus mengambil alih perdagangan ganja dari sindikat-sindikat.
Selain itu, BNN juga mendukung upaya penelitian yang dilakukan oleh LGN. Dr. Yosi sebagai Dokter Umum dari BNN juga menambahkan informasi mengenai efek ganja kepada para pengunjung. Menurutnya BNN belum pernah menemukan pengguna ganja rutin yang hidup normal.
Diskusi jelas menjadi semakin hidup setelah pernyataan itu karena beberapa dari pengunjung adalah penikmat ganja dan menjalani kehidupan normal. Salah satu pengunjung wanita mengaku telah menggunakan ganja semenjak usia 15 tahun dan masih aktif menikmati ganja diusianya yang ke 38.
Dalam perjalanan hidupnya, wanita lulusan S2 Perguruan Tinggi Amerika tersebut telah menorehkan beberapa prestasi. Prestasi utama adalah menjadi moderator dalam diskusi PBB beberapa waktu lalu. Saat ini beliau masih aktif sebagai trainer guru SLB. Pengakuan tersebut mengundang banyak pengunjung untuk kemudian memberikan kesaksiannya. Dari seluruh testimoni tersebut tidak ada satu pun yang membenarkan pernyataan dokter BNN.
Peter Dantovsky
Peter Dantovsky |
Terakhir, Peter Dantovsky sebagai pengguna Ganja Medis sekaligus penulis Buku Kriminalisasi Ganja memberikan argumennya terhadap kebijakan Narkotika yang kata BNN Humanis. Sebagai orang yang pernah 2 kali ditahan karena menggunakan ganja untuk mengatasi nyeri neuropatik kronis, beliau menyangkal prinsip Humanis UU Narkotika.
Secara resmi, atas ijin Menkes, belum pernah dilakukan penelitian tentang ganja di Indonesia. BNN juga mengakui hal tersebut. “Lantas dari mana para tuan besar dan tuan kecil itu dapat mengetahui bahayanya jika memang belum pernah dilakukan penelitian tentang ganja? Bagaimana bisa humanis sebuah UU yang tidak mengindahkan ilmu pengetahuan melainkan mendasarkan diri pada asumsi semata? Tuntutan kami, warga negara penyandang sakit dan cacat yang membutuhkan ganja untuk kesehatan adalah, segera lakukan penelitian tentang manfaat medis ganja bagi kesehatan; Kalau perlu dengan menjadikan kami sebagai obyek penelitian.
Jangan penjarakan orang sakit dan cacat yang membutuhkan perawatan medik; Jangan berlaku sewenang-wenang terhadap sesama umatnya Tuhan. Dan jangan berlaku sombong di hadapan Tuhan dengan mengharamkan segala sesuatu yang tidak haram’” ujar beliau.
Begitulah acara edukasi kepada masyarakat berubah 180 derajat menjadi edukasi untuk BNN.
Sumber : LGN
0 komentar:
Post a Comment